Bila Senyuman Khas Thailand Kalahkan Senyuman Lokal

Beberapa minggu  yang lalu saya berdiskusi dengan seorang teman yang berprofesi sebagai pengacara. Di tengah-tengah diskusi kami yang biasanya membahas topik-topik ringan sambil bercanda, dia tiba-tiba berkata dengan serius “saya mau kursus bahasa Inggris bro, lembaga kursus mana yang cocok ya?”. Saya lalu merekomendasikan beberapa lembaga kursus yang menurut saya layak dicoba.

Logo ASEAN
Kemudian saya bertanya “buat apa repot-repot ikut kursus bahasa Inggris? Mau beralih profesi ya? Kata saya setengah meledek ”. Katanya “ini kebutuhan soalnya, saya malu dan tidak mau kalah bersaing dengan lawyer yang lain bro, jangan sampai  nantinya saya kehilangan klien (asing) gara-gara tidak bisa berbahasa Inggris” Saya lalu bercerita kalau ternyata dewasa ini negeri tetangga kita yaitu Singapura ternyata sudah membolehkan lawyer asing untuk beracara ataupun membuka kantor cabang di negaranya dengan catatan lawyer yang bersangkutan hanya boleh membela klien dari negara asal masing-masing lawyer yang bersangkutan.

Kita sudah tahu bahwa 2 tahun lagi atau tepatnya tahun 2015, masayarakat ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community akan segera direalisasikan artinya beberapa pilar penting seperti perdagangan, pelayanan dan  wilayah investasi akan terintegrasi dalam satu kesatuan. Akan ada pergerakan sumber daya manusia (SDM) diantara negara-negara ASEAN yang sebelumnya belum pernah kita bayangkan.

Saya membayangkan, akan ada salon di pusat-pusat perbelanjaan bahkan di komplek perumahan yang dikelola oleh warga negara lain seperti Thailand misalnya. Berbicara Thailand, negeri gajah putih ini sudah terkenal sukses dalam mengelola industri pariwisata mereka. Lihatlah kota Bangkok yang dulunya macet seperti Jakarta, kini sudah mempunyai mode transportasi yang terintegrasi, dalam sisi transportasi, kini Bangkok lebih modern dari Jakarta dan menikmati kemakmuran salah satunya dari industri pariwisata.

Kembali ke bisnis salon tadi, selama ini salah satu image yang sudah melekat dengan orang Thailand adalah senyum khas mereka dan tentunya profesionalisme mereka dalam melayani wisatawan. Tentunya, bila warga atau pengusaha Thailand akan berinvestasi salon di Indonesia maka ini merupakan “ancaman” yang cukup serius bagi industri yang sama di tanah air. Akan ada persaingan yang cukup sengit di industri ini.

3 tahun yang lalu, setiap sebulan sekali mampir di salon yang hanya berjarak 3 rumah dari rumah kos saya, maklum di dekat rumah kos saya ada 2 salon yang saling berdekatan. Tetapi kini, salon-salon tersebut telah tutup padahal menurut saya pelayanan mereka cukup bagus, harusnya calon pelanggan mereka juga sudah lebih dari cukup. Suatu hari saya bertanya langsung bertanya alasan dibalik penutupan salon tersebut ke pemiliknya. Katanya salon ini semakin sepi saja, awalnya beberapa karyawan diberhentikan lama-kelamaan tinggal pemiliknya yang melayani pelanggan karena tidak sanggup membayar karyawan lagi, dan kini harus benar-benar tutup karena tidak mampu memenuhi biaya operasional salon.

Akhirnya saya melihat salon-salon yang “berkeliaran” di mall-mall atau pusat perbelanjaan hanya dikuasai oleh perusahaan tertentu yang sudah punya nama, sepertinya ada keengganan dari pengusaha untuk masuk ke industri ini dengan meluncurkan brand / nama salon baru.

Walaupun kelak bila kita memasuki salah satu salon akan ada senyum khas warga Thailand, saya berharap di tahun 2015, pengusaha lokal khususnya pengusaha salon dan pekerja lokal mampu bertahan dan bersaing dengan sesama warga ASEAN. Semoga…

About Kris Mendrofa

Lecturer. Blogger. Technopreneur. Traveller.

0 komentar:

Posting Komentar