Keluar Mulut Harimau, Masuk Mulut Buaya

Ada pepatah lama berbunyi “lepas dari mulut harimau, masuk mulut buaya”. Dalam id.wikiquote.org, arti perumpaan atau pepatah ini adalah untuk menggambarkan seseorang yang baru saja keluar dari situasi genting hanya untuk mendapatkan kegentingan lain.

Perumpaan ini, mungkin akan cocok buat para calon pemimpin di kepulauan Nias (bahkan semua calon kepala daerah terpilih) yang baru terpilih 9 Desember 2015 lalu, 5 tahun ke depan, setelah periode kepemimpinannya berakhir.

Image by: surfline.com

Kata “harimau” disini adalah untuk “mewakili” kepala daerah petahana, yang menurut masyarakat, mereka gagal. Ada juga kepala daerah yang sebenarnya cukup sukses melakukan terobosan-terobosan namun masyarakat menganggap pelayanan yang diberikan kepala daerah yang bersangkutan belum cukup atau entah alasan politis lainnya.

Kata “buaya” merujuk kepada para calon kepala daerah yang akan memimpin di kepulauan Nias 5 tahun ke depan, tentunya baru akan ketahuan “buaya”nya setelah masa periodenya habis atau bisa saja beberapa bulan ke depan setelah resmi menjadi kepala daerah.

Dalam rekapitulasi sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU), ada 4 calon kepala daerah di kepuluan Nias yang merupakan wajah baru, sementara 1 kabupaten yakni Nias dimenangkan oleh petahana.

Sebelum hari pencoblosan, warga di kepulauan Nias termasuk di perantauan bahkan masyarakat di seluruh negeri ini cemas dengan nasib pemilukada di kepulauan Nias yang masuk di daerah rawan konflik. Kabupaten Nias Selatan dan Kabupaten Nias Barat masuk zona merah yang paling rawan. Faktanya, masyarakat ternyata sudah dewasa dengan membuktikan diri untuk menjadi warga negara yang baik tanpa kerusuhan atau konflik horizontal yang mencolok.

Secara umum, ada beberapa faktor yang membuat calon petahana ditinggalkan konstituen, bisa saja kecewa dengan janji kampanye dulu tidak sesuai dengan kenyataan waktu memimpin, ada juga yang merealisasikan akan tetapi ternyata masih dinilai belum cukup dan ada juga pasangan calon (paslon) baru yang menawarkan program-program baru yang dinilai menjanjikan.

Sebagaimana dikutip dari situs Setkab, “Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015 – 2019. Suatu daerah ditetapkan sebagai Daerah Tertinggal berdasarkan kriteria: a. perekonomian masyarakat; b. sumber daya manusia; c. sarana dan prasarana; d. kemampuan keuangan daerah; e. aksesibiltas; dan f. karakteristik daerah. “Kriteria ketertinggalan sebagaimana dimaksud diukur berdasarkan indikator dan sub indikator. Ketentuan mengenai indikator dan sub indikator sebagaimana dimaksud diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan daerah tertinggal,” bunyi Pasal 2 ayat (2,3). (Sumber: http://setkab.go.id/122-daerah-ini-ditetapkan-pemerintah-sebagai-daerah-tertinggal-2015-2019, 08/12/2015)”. Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada tanggal 9 November 2015.

Dari segi SDM (Sumber Daya Manusia), salah satu indikator ketertinggalan kepulauan Nias bisa dilihat secara kasat mata dari jumlah generasi mudanya yang sedang mengenyam pendidikan tinggi di kepulauan Nias hanya 15.284 orang atau 2,89% dari total jumlah penduduk dewasa (sumber: www.mendrofa.com/2015/10/18/SDM-kepulauan-Nias-Terkini, 18/10/2015)

Kota Gunungsitoli bisa bernafas lega karena sudah mengatakan “good bye” dari ketertinggalan, lolos dari status daerah tertinggal. Ini bagaikan oase, lumayan punya 1 perwakilan yang merdeka dari ketertinggalan, namun Kota Gunungsitoli masih harus bekerja keras juga untuk mengejar ketertinggalannya, maklum mayoritas wilayah di kota Gunungsitoli sebenarnya didominasi oleh pedesaan walau dengan embel-embel Kota dari sisi pemerintahannya.

Sebagai wajah baru yang berhasil memenangkan hati rakyat dengan janji-janji program kerja di kampanye, ke-4 Bupati di kepulauan Nias (termasuk 1 walikota) 5 tahun ke depan harusnya mampu membawa masing-masing daerahnya lepas dari status daerah tertinggal.
Ada beberapa alasan yang membuat saya berekspektasi tinggi, ke-4 Bupati (plus 1 Walikota) di kepulauan Nias harusnya 5 tahun ke depan sukses melepaskan daerahnya masing-masih dari status daerah tertinggal:

  1. Janji kampanye, bila benar-benar direalisasikan maka bisa meningkatkan roda  perekonomian masyarakat, meningkatkan layanan kesehatan, memperbaharui infrastruktur, meningkatkan layanan pendidikan dan sektor-sektor lain yang menjadi indikator maju tidaknya suatu daerah. Maklum, di atas kertas rata-rata janji kampanye pasangan calon kepala daerah sangat-sangatlah bagus. 
  2. Dana desa, sejak 2015 pemerintah pusat sudah mulai mencairkan dana desa. Kepala daerah punya amunisi baru untuk menggenjot pembangunan di tingkat desa secara merata, bandingkan dengan kepala daerah di periode sebelumnya yang harus membagi kue Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang sebenarnya angkanya masih kecil itu. 
  3. Tol laut, pemerintah pusat sedang giat-giatnya membangun sektor maritim. Pemerintah daerah dengan otomatis kecipratan dengan kebijakan nasional ini. Sektor maritim disini sangatlah luas, mulai dari pariwisata, perikanan, kelautan, Kepulauan Nias kaya akan sumber daya alam di sektor maritim, termasuk sektor pariwisata yang untuk sementara sedang “mati suri”. Sementara ke depan, pemerintah berharap banyak di bidang pariwisata, bahkan kalau bisa diharapkan menggantikan sektor migas sebagai penyumbang pendapatan terbesar nasional.
Selamat atas para pemimpin baru di kepulauan Nias. Semoga kepulauan Nias bisa terlepas dari daerah tertinggal di Sumatera Utara. Kita jangan sampai keluar mulut harimau, masuk mulut buaya...

About Kris Mendrofa

Lecturer. Blogger. Technopreneur. Traveller.

1 komentar: