0 – 7

Sebagian besar pecinta sepak bola di tanah air bahkan warga “biasa” yang tidak suka sepak bola pasti sudah mengetahui bahwa pertandingan uji coba antara Indonesia dengan Arsenal yang berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno (Minggu, 14/07) berakhir dengan skor 0-7 buat kemenangan Arsenal.

Photo by: VIVAnews
Tentunya tidak adil dan realistis bila berharap Indonesia mampu mengalahkan Arsenal, salah satu klub elit dari liga premier Inggris itu. Indonesia berhasil menawan imbang saja akan jadi luar biasa dan pasti akan disanjung setinggi langit baik warga Indonesia maupun media.

Bahkan kalaupun kalah, Indonesia akan mendapat kredit dari sang lawan, ya sekedar basa-basi. Dan seperti biasa, kubu lawan menyanjung permainan Indonesia, “tim Indonesia sangat menarik” kata Manajer Arsenal, Arsene Wenger. Entah permainan menarik dari sisi mana yang membuat sang pelatih berkomentar demikian. Di benak saya, terlepas dari gigihnya permainan Indonesia, skor 0-7 jelas membosankan.

Kekuatan fisik para pemain Indonesia menjadi salah satu biang kerok kekalahan telak dari Arsenal. Kekuatan fisik yang cepat menurun ini antara lain disebabkan oleh pembinaan yang tidak becus dari klub-klub yang rata-rata  masih dikelola secara amatir, liga yang masih amatir pula. Salah satu contoh yang menggelikan dan membuat miris dari pergelaran liga profesional di Indonesia yang dikelola secara amtir adalah tidak adanya hukuman yang berat bagi pemain sepak bola yang melakukan tindakan kekerasan terhadap wasit bila menurut penilaian mereka dalam memimpin pertandingan sang wasit telah merugikan tim. Pemain  sepak bola beserta ofisialnya dengan mudah dan ringan tangan menganiaya wasit, wasit digebukin ramai-ramai bagai maling kampung.

Seharusnya pemain sepak bola beserta ofisialnya yang melakukan penganiyaan terhadap wasit ataupun terhadap ofisial pertandingan lainnya dikriminalkan dan diproses secara hukum, namun yang terjadi sebaliknya lapangan hijau bak ring tinju tanpa hukum.

Dan hasilnya mudah ditebak, atlit yang dihasilkan dari liga seperti ini yang kemudian dipakai untuk membela tim nasional akan menjadi bulan-bulanan klub atau negara lain, bahkan walau hanya sekedar bertanding di level Asia Tengggara….

About Kris Mendrofa

Lecturer. Blogger. Technopreneur. Traveller.

0 komentar:

Posting Komentar